Selamat Datang

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء

Rabu, 16 Juli 2008

Pengalamanku dengan SPt

SPt Tahunan Pajak. Begitulah ia disebut. SPt merupakan singkatan dari Surat Pemberitahuan. Lebih khususnya ia dibagi menjadi 2. pertama, SPt Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21, dan kedua, SPt Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Saya tidak bisa membedakan keduanya. Yang jelas, keduanya terdiri dari berlembar-lembar kertas dan harus diisi secara lengkap dan jelas.
Jika SPt belum diserahkan, maka menimbulkan sanksi berupa denda 100.000.- per SPt . Denda tersebut tidak termasuk denda bunga. Jadi jika SPt terlambat diserahkan akan mengakibatkan dua denda. Denda yang memberatkan! Apalagi, menurut informasi, SPt tahun 2008 jika terlambat diserahkan, maka didenda sebesar 1.000.000,- per SPt . Wow banyak sekali bukan!
Saya sadari, jika hal itu memang untuk memotivasi, katakanlah begitu, para wajib pajak agar tidak menunda-nunda pembayaran pajak yang wajib ia bayar. Akan tetapi permasalahannya adalah tentang wajib pajak badan yang mana beranggotakan orang-orang yang tidak mengetahui istilah-istilah dalan SPt tersebut. Tidak tahu apa itu aktiva, pasiva, amortisasi, dan lain-lain. Karena bingung, dia menunda-nunda pengisian SPt sampai hari-hari menjelang akhir.
Batas waktu pengisian SPt sudah mepet. Diisilah SPt . Tentunya karena dia tidak paham istilah istilahnya dia isi sebisanya. Akibatnya banyak kekeliruan yang dia tulis. Dia pun mondar-mandir berkonsultasi ke kantor pajak. Sampai akhirnya melewati deadline yang ditentukan. Dengan itu sudah bisa dipastikan dia terkena denda.
Ya, walaupun uraian pembayaran nihil, badan itu harus membayar 200.000,- sebagai denda ketelatan penyerahan SPt . Dia merasa terbebani oleh hal itu. Ini menurutnya adalah pemberatan. Dia tidak tahu harus bagaimana. Itulah yang dia hadapi. Dia tidak tahu siapa yang harus disalahkan.
Ketua Badan tersebut sebetulnya sudah memerintahkan anggotanya yang lain sebelum dia untuk menyelesaikan pengisian SPt ini. Tapi dia mengulur waktu. Ketika ditanya dia hanya menjawab, ”Maaf, saya tidak punya waktu”. Bisa dipahami mungkin dia merasa tidak tahu apa yang harus diisi di lembaran-lembaran SPt . Lalu di hari-hari terakhir, Ketua memerintahkan dia (anggota yang awal tadi) untuk menghandel masalah pajak ini. Lalu dia pelajari SPt itu dari buku panduan yang ada. Karena dia tidak pernah belajar akutansi dan tidak berpengalaman tentang SPt sebelumnya, dia pun tidak paham istilah-istilah didalamnya.
Dia, ketika dikantor pajak, tepatnya di Seksi Pelayanan dan Konsultasi, diceramahi banyak, terutama tentang neraca, aktiva, pasiva. Pada mulanya dipahaminya bahwa aktiva adalah semua milik badan berbentuk apapun. Sedangkan pasiva adalah milik orang lain yang dipinjam oleh badan. Tetapi pemahaman itu tertampis oleh pernyataan bahwa jumlah aktiva harus sama dengan jumlah pasiva.
Dia masih bingung harus membuat pasiva seperti apa sehingga bisa sama dengan aktiva. Apa harus hutang dulu sebesar aktivanya agar pasiva bisa sama dengan aktiva?!!!

Tidak ada komentar: