Selamat Datang

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء

Rabu, 23 Juli 2008

MENUJU SEKOLAH YANG TERBAIK

Oleh Muhammad Labib Aufal Marom*
Telah lewat ujian akhir nasional, dan telah lewat pula pengumuman kelulusan. Para siswa yang berdebar-debar hatinya pada waktu itu bertanya-tanya apakah diri saya lulus? Setiap siswa sudah pasti mengharap akan kelulusan dengan tujuan yang bervariasi. Sehingga ketika dinyatakan tidak lulus banyak siswa yang shock sampai pingsan, dan ada yang tidak mau melanjutkan sekolahnya.
Saya sadari hal itu. Akan tetapi, apakah harus meninggalkan sekolah hanya karena tidak lulus?! Karena malu atau malas? Memang dalam Shohih al-Bukhori Nabi s.a.w. bersabda: “Malu adalah sebagian dari iman” tetapi bukan malu seperti ini. Malu yang dimaksud adalah malu kepada Allah dari melakukan ma’siat.
Atau karena malas, maka sesungguhnya malas adalah suatu penyakit yang banyak melanda penduduk bumi. Sehingga dikatakan: tiada orang bodoh di dunia ini yang ada hanyalah pemalas. Dan tidak bisa hilang kecuali termotivasi dari dalam diri sendiri. Untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu sebenarnya apakah tujuan mencari ilmu?
Mencari ilmu itu wajib bagi orang muslim. Hadis riwayat Ibnu Majah ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu. Dengan ilmu kita bisa melakukan sesuatu dengan penuh guna sehingga bisa meminimalkan kesia-siaan pekerjaan yang dilakukan.
Mencari ilmu merupakan hal yang mulia. Kemuliaan ilmu dikarenakan ilmu merupakan penghantar kepada takwa. Sedangkan dengan takwa kita bisa mendapatkan kemuliaan di sisi Allah s.w.t dan mendapatkan kebahagiaan abadi. Setiap ilmu berpotensi menjadikan pemiliknya bertakwa kepada Allah s.w.t., karena bertakwa adalah menghindari hal yang diharamkan Allah dan melaksanakan hal yang diwajibkan, sedangkan semua ilmu berpotensi demikian jika dibarengi dengan niat yang baik.
Bukankah ilmu ekonomi, misalnya, akan memunculkan ketakwaan jika diniati untuk meningkatkan perekonomian. Sehingga memperkecil adanya kesulitan ekonomi yang menjerumuskan kepada pencurian, perampokan, dan lain-lain.
Begitu pula sebaliknya, ilmu agama tidak memunculkan ketakwaan jika dipelajari dengan niat yang tidak baik, seperti mempelajari ilmu agama untuk mencari-cari kesalahan agama.
Niat memang merupakan pokok setiap perbuatan. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap perbuatan tergantung pada niatnya”. Perbuatan sebaik apapun jika niatnya buruk maka buruk pulalah perbuatan itu, dan seburuk apapun perbuatan jika niatnya baik, maka baik pulalah perbuatan itu.
Niat terbaik dalam mencari ilmu adalah mengharap ridlo ilahi dan meninggikan agama Islam (I’lauddin). Sehingga dengan niat ini kita bisa dituntun menuju ketakwaan yang merupakan penyebab mulianya ilmu. Sehingga jika ilmu merupakan lautan maka ketakwaan adalah mutiara-mutiara indah yang bergemerlapan, hanya bisa diraih hanya dengan kesusahpayahan. Man jadda wajada!
Lalu apakah kita rela kehilangan mutiara takwa yang begitu indah hanya karena kita gagal dalam salah satu tahapan yang harus dilalui?! Bukankah kita harus tetap mencarinya di manapun kita berada. Walaupun harus dengan cara mengulang. Apakah harus terhalang dengan malu dan malas? Ingat! Kekecewaan selalu muncul di akhir.
Marilah kita lanjutkan sekolah kita sampai akhir hayat kita. Ilmu tiadalah mengenal waktu. Dengan niat yang baik, sekolah manapun yang kita tempati akan menjadi sekolah terbaik bagi kita. Allahu Maalikul Mulki Mudabbirul Umuri a’lamu bishshawab.
*Santri PP Daarun Najaah, Jerakah Tugu Semarang dan Mahasiswa Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang. Artikel ini diterbitkan dalam An-Najwa, Edisi XXI / Rajab 1429 H / Juli 2008 M

Tidak ada komentar: