Selamat Datang

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء

Jumat, 25 Juli 2008

Dilema Si Miskin

Benar-benar dalam dilema. Dilema yang sulit diatasi. Di satu sisi, untuk meningkatkan kualitas akademik seorang siswa dibutuhkan berbagai fasilitas yang mendukung. Dan itu membutuhkan banyak dana. Di sisi lain, tidak bisa dibiarkan orang miskin tidak bisa meraih pendidikan yang memadai bagi mereka.

Sekolah dan perkuliahan yang berkualitas memberikan fasilitas bagi siswa dan mahasiswanya. Perpustakaan, laboratorium, hingga piranti-piranti modern, seperti LCD, internet, intranet, merupakan hal-hal yang wajib dimiliki untuk itu. Tidak lupa, para dosen yang berkualitas agar bisa membimbing siswa dan mahasiswa ke arah yang lebih baik.


Mencari ilmu memang merupakan suatu perjuangan. Ilmu merupakan hal yang agung, mulia, lebih mulia dari pada harta. Maka jika mencari harta sulit, maka mencari ilmu lebih sulit, apalagi mencari ilmu harus melalui harta. Sayyidina Ali ra. berkata, ”Saya adalah hamba orang yang mengajariku satu huruf”. Hampir sama dengan itu beliau berkata, ”Seorang guru berhak 100 dirham hanya karena mengajar satu huruf”. Dari sini bisa dilihat bahwa tanpa melihat untuk apa uang itu digunakan dalam sekolah, ilmu itu barang mahal.


Lalu apakah betul apa yang dikatakan orang bahwa ”orang miskin tidak boleh sekolah”? Menurut saya tidak begitu. Mereka bukannya tidak boleh sekolah, akan tetapi mereka tidak bisa ”membeli” sekolah karena sekolah merupakan ”barang mahal”. Barang mahal yang mewah akan tetapi tidak digunakan untuk bermewah-mewahan, tetapi digunakan untuk menjadikan perjalanan hidup ini lebih baik.


Dan memang benar, untuk menjadikan hidup lebih baik, kita harus berani bersungguh-sungguh. Kaya maupun miskin pastilah berhasil kalau ia bersungguh-sungguh. Walaupun si miskin harus lebih. Sehingga dikatakan tiada yang bodoh di dunia ini. Yang ada hanyalah pemalas, malas bekerja maupun malas belajar.

Akan tetapi pada kenyataannya, pemalas lebih banyak dari yang giat. Banyak orang yang tidak mampu ”membeli barang mahal” tersebut tidak mau berusaha untuk menggapainya. Bahkan, yang lebih mengenaskan sudah mempunyai ”barang mahal itu”, tetapi tidak menggunakannya semaksimal mungkin, sehingga ”barang mahal” itu tersia-siakan.

Lalu siapakah yang pantas disalahkan?

Tidak ada komentar: