Gambar oleh Qatar 9.1.1.
Sebuah petuah berarti saya dapatkan pagi ini. Pengajian subuh oleh Dr. Hilmi mengangkat tema tentang kewajiban umat Islam. Kesempatan kali ini, diterangkan bahwa salah satu kewajiban adalah tawadlu'. Ia berarti rendah hati, bukan rendah diri. Ia adalah sebuah sikap pada hati dimana
seseorang memulyakan orang lain karena anugrah yang ia miliki. Ia adalah sebuah sikap hati dimana seseorang selalu berhusnudhdhan. Jika melihat orang yang lebih tua, maka dia berkata "sesungguhnya dia lebih baik dari aku, karena ibadah yang ia lakukan lebih dulu dan lebih banyak dari aku". Jika melihat orang yang lebih muda, dia berkata "dia pun sesungguhnya lebih baik dari aku, dosa yang ia perbuat lebih sedikit ketimbang aku yang sudah lebih dahulu bermaksiat". Bahkan melihat orang kafir pun, ada hikmah yang bisa dia petik. Ia katakan "dia sekarang kafir, tapi siapa tahu dia menjadi lebih baik dari aku jika Allah menghendaki dia masuk Islam sedang aku Dia kehendaki menjadi murtad -na'udzu billahi min dzalik-". Bahkan setiap keluar rumah dan melihat sesiapa, maka dia berkata "sungguh dia lebih baik dari pada aku". Itulah yang dilakukan oleh syaikh Abdul Qadir al Jailani, sehingga ia dijuluki oleh Sulthanul Auliya. Julukan itu bukan karena hanya ilmunya yang luas, tapi juga karena sikap tawadlu'nya yang sangat tinggi.
seseorang memulyakan orang lain karena anugrah yang ia miliki. Ia adalah sebuah sikap hati dimana seseorang selalu berhusnudhdhan. Jika melihat orang yang lebih tua, maka dia berkata "sesungguhnya dia lebih baik dari aku, karena ibadah yang ia lakukan lebih dulu dan lebih banyak dari aku". Jika melihat orang yang lebih muda, dia berkata "dia pun sesungguhnya lebih baik dari aku, dosa yang ia perbuat lebih sedikit ketimbang aku yang sudah lebih dahulu bermaksiat". Bahkan melihat orang kafir pun, ada hikmah yang bisa dia petik. Ia katakan "dia sekarang kafir, tapi siapa tahu dia menjadi lebih baik dari aku jika Allah menghendaki dia masuk Islam sedang aku Dia kehendaki menjadi murtad -na'udzu billahi min dzalik-". Bahkan setiap keluar rumah dan melihat sesiapa, maka dia berkata "sungguh dia lebih baik dari pada aku". Itulah yang dilakukan oleh syaikh Abdul Qadir al Jailani, sehingga ia dijuluki oleh Sulthanul Auliya. Julukan itu bukan karena hanya ilmunya yang luas, tapi juga karena sikap tawadlu'nya yang sangat tinggi.
Sikap tawadlu' haruslah dimiliki oleh setiap muslim, bahkan Rasulullah s.a.w. diperintahkan oleh Allah untuk tawadlu'. Dan tawadlu' beliau sangat tinggi. Sikap sombong sebagai lawan dari tawadlu' hanya pantas dimiliki oleh Sang Maha Pencipta. Tiada makhluk di dunia ini yang pantas "mencolek" sedikitpun sifat sombong/takabbur ini. Termasuk orang paling mulia, Rasulullah Muhammad s.a.w. tidak pantas untuk menyandangya. Apalagi kita-kita, seberapa pun besar derajat kita.
Contoh perilaku tawadlu' adalah mengucap salam terlebih dahulu kepada orang yang ia temui. Tiada dua orang bertemu kecuali yang terbaik dari keduanya adalah yang mengucapkan salam terlebih dahulu. Sehingga menyapa teman, saudara, atau kenalan, merupakan bentuk tawadlu'. Tak heran jika kita kadang malas untuk memulai. Oh, ternyata itu karena masih tersemat sifat sombong di hati kita. Contoh yang lain, misalnya tidak mau berjalan dengan orang yang tidak selevel dengannya; jika berjalan harus ada yang menghantarkan; tidak mau membawa barang belanjaannya sendiri; dan lain sebagainya.
Dr. Hilmi mengutip Imam Ghozali menyebutkan bahwa penyebab sombong ada 7 perkara, yakni ilmu, amal, (maaf lupa), bentuk tubuh, kuat, harta, banyaknya penolong/pengikut. Orang yang memiliki salah satu dari 7 perkara ini, hendaknya lebih berhati-hati dan selalu mepantau hati. Jangan sampai terjerumus ke dalam jurang kehancuran kesombongan.
Ya Allah jauhkan kami dari sifat sombong/takabbur, dan kuatkanlah kami untuk menjalani kewajiban tawadlu'. Istajib du'a'ana ya mujibassa'ilin.
Semoga bermanfaat. Jika ada kesalahan, mohon dimaafkan. Kritik dan saran terbuka lebar di kolom komentar. Termia kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar