Selamat Datang

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء

Kamis, 26 Februari 2015

Sejarah Dua Ibu Nyai dan Perjuangan Dakwah

Mari kita panjatkan syukur ke hadirat Allah yang telah menjadikan kita sebagai umat yang terbaik. Allah s.w.t. berfirman:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر
(Kalian adalah sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan untuk manusia. Kalian memerintah yang ma'ruf dan mencegah yang munkar)
Sholawat serta salam marilah kita haturkan ke hadirat Baginda Agung Nabi Muhammad s.a.w. yang telah melaksanakan dan menyampaikan amanat agung dari Allah kepada kita, umat manusia.

Bapak presiden kita yang pertama, Bapak Sukarno, berpesan kepada kita. Pesan itu berbunyi, "Jas Merah: jangan sekali-kali melupakan sejarah!" Karena di balik sejarah ada 'ibrah, ada pula pengalaman dan petuah. Oleh karena itu, berikut akan saya ceritakan dua buah kisah.

Kisah sosok seorang yang sangat kharismatik, Ibu Ny. Hj. Fahimah Maimun. Beliau adalah keturunan dari Mbah Sambu Lasem, seorang ulama besar yang legendaris di Kota Lasem. Sejak kecil beliau dididik agama Islam oleh orang tuanya sehingga memiliki dasar-dasar agama yang kuat. Dengan dasar-dasar agama ini beliau tumbuh menjadi sosok yang taat ibadah dan sangat teliti dalam menjalankan ibadah serta menjadi panutan para santri. Tak heran jika beliau memiliki keistimewaan doa yang mujarab, sebagaimana yang di-dawuh-kan Mbah Maimun kepada salah satu santri yang sowan, "Jalu'o karo ibumu, doane paling mandi!".

Sosok kharismatik yang lain adalah Ibu Ny. Hj. Masthi'ah Maimun. Beliau lahir di Cepu dari ayah dan ibu yang ahli ibadah, yang juga masih memiliki trah keturunan Mbah Sambu. Beliau hidup dengan penuh kesederhanaan, akan tetapi sangat peduli akan keberagamaan masyarakat di sekitarnya. Untuk itu beliau berkeliling mendalami ilmu agama di pondok-pondok pesantren. Di antaranya di Cirebon, Termas dan Lasem. Sekembalinya dari pesantren beliau mengabdi kepada masyarakan dengan mengajar di desa kelahirannya, dan setelah diperistri KH. Maimun Zubair, beliau mengembangkan musholla kecil untuk mengajar agama kepada masyarakat sekitar. Musholla kecil itu sekarang menjelma menjadi pondok pesantren putri yang berpenghuni ratusan santriwati.

Penggalan dua kisah tersebut biarlah menjadi motivasi pada diri kita, bahwa apapun keberhasilan itu membutuhkan perjuangan. Tidak terjadi begitu saja. Perjuangan beliau berdua janganlah terhenti dan harus kita lanjutkan. Yakni perjuangan menerapkan dan menyebarkan ajaran Islam. Sesuai dengan firman Allah yang terucap di muka, kita harus melanjutkan perjuangan tersebut (dakwah islamiyah) karena dengan itulah kita menjadi umat terbaik di sisi Allah s.w.t.

Pada hal untuk itu, diperlukan landasan-landasan agama yang kuat, agar sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan menghindari dari hal-hal yang keliru. Marilah kita mempelajari ilmu agama, mendalaminya di pondok pesantren, berguru kepada ulama yang amilin dan mukhlishin (beramal dan ikhlas) lillahi ta'ala. Sehingga kita, pemuda dan pemudi indonesia, dapat meneruskan dakwah mereka yang telah mendahului kita sowan ke hadirat Allah s.w.t.

Demikian sedikit untaian kata, semoga berguna. Tiada gading yang tak retak. Tiada laut yang tak berombak. Tiada telur yang tak pecah saat diceplok.

Tidak ada komentar: