Selamat Datang

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء

Sabtu, 21 Maret 2009

PERUSAKAN GAMBAR CALON DPD KH. AUFAL MAROM DI JEPARA*

Sedang marak di tanah air tercinta ini, kampanye calon legislatif demi suksesi masing-masing calon dalam pemilihan umum 9 April 2009 mendatang. Kampanye dilakukan dengan berbagai macam cara, dimulai dari memasang spanduk di jalan sampai berkeliling kota, dari kampanye amatir sampai kampanye secara profesional. Hal demikian ini dirasa sangat wajar mengingat sistem politik Indonesia saat ini adalah sistem demokrasi, suatu sistem yang melibatkan masyarakat luas di mana mereka ikut andil dalam menentukan wakil mereka.

Sebagian masyarakat merasa risih dengan adanya kain-kain poster tidak beraturan yang menghilangkan
estetika keindahan tempat. Akan tetapi mau tidak mau, hal seperti itu pasti terjadi mengingat sekarang adalah waktunya untuk “bernarsis ria”. Selama semuanya dilakukan dengan sewajar-wajarnya saja maka biarkan saja mereka melakukannya. Mumpung waktune.

Kewajaran itu berlangsung selama mereka mentaati aturan-aturan yang ada dan menghormati saingannya dengan tidak berbuat curang sehingga berakibat merugikan saingan. Masih wajar ketika mereka menempel poster di berbagai titik di bebagai daerah. Masih wajar ketika mereka membiarkan poster saingan terpampang tanpa mengaru biru padanya.

Tetapi kewajaran terhenti ketika se“kelompok siluman” datang di kegelapan malam dengan mengendarai “awan biru” beroda empat menggunting puluhan poster Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) No. 5 KH. Aufal Marom. Hal itu terjadi, tepatnya, di Jepara pada malam Rab
u 10 Maret 2009. Secara serempak, hampir semua poster KH. Aufal Marom di Jepara dirusak dengan cara digunting pada bagian foto KH. Aufal Marom dan membiarkan foto KH. Maimoen Zubair tetap utuh.

Di sini terdapat beberapa tanda yang mana bila dibahas secara semiotik akan menunjukkan berbagai petanda. Tanda-tanda itu seperti “awan biru” dan membiarkan foto KH. Maimoen Zubair tetap utuh. Tanda-tanda itu bila dibahas dengan seksama akan menunjukkan suatu petanda akan pelaku “perusakan siluman” tersebut. Bisa saja hal-hal itu merupakan usaha dari pihak pelaku menyembunyikan identitas. Tetapi itu bukan bahasan kami pada kali ini, karena pembahasan itu membutuhkan bahasan tersendiri, yang tidak sesuai dengan bahasan kali ini.
Kebiasaan buruk politik

Politik… Begitulah suasana politik. Perebutan kekuasaan dari dahulu kala hampir dibarengi dengan cara-cara yang kotor. Seribu berbanding satu pemimpin yang fajir (lacut) dibandingkan dengan pemimpin yang adil. Sehingga banyak ulama yang tidak suka ikut campur dalam urusan politik, walau sebenarnya politik sangat memerlukan peran ulama di dalamnya demi menegakkan kebenaran di negara ini. Bisa dibayangkan bila seluruh badan legislatif adalah orang yang fajir, maka akan betapa hancur lebur keharmonisan masyarakat ini disebabkan pembuatan aturan-aturan yang menyalahi aturan yang seharusnya.

Menjadi pemimpin yang adil adalah sangat sulit, melihat adanya banyak rintangan dan halangan yang m
enghadang tinggi di hadapannya, sehingga dalam hadis nabi dijelaskan bahwa pemimpin yang adil (al-imām al-‘ādil) termasuk dalam golongan orang yang dinaungi Tuhan di waktu tiada naungan selain naungan-Nya.

Tetapi sesulit apapun menjadi pemimpin yang adil, demi terciptanya ketertiban, pemimpin haruslah ada. Janganlah sampai tongkat kepemimpinan ini dibawa oleh orang yang fajir. Oleh karena itu, dalam menghadapi dilema seperti ini kita harus mengambil yang lebih baik dari salah satu dua hal yang tidak mengenakkan: tidak ikut dalam urusan politik dan membiarkan kepemimpinan dibawa oleh seorang yang fajir atau masuk dalam urusan politik tetapi dapat menekan kefajiran.

Untuk menjadi seorang pemimpin yang adil, sudah menjadi keharusan bagi seseorang untuk berusaha tidak berbuat kotor. Ia akan selalu memegang teguh etika-etika yang ada, termasuk etika dalam berkampanye dan tidak bertindak dengan “tindakan siluman” yang meresahkan. Tetapi ia berlomba-lomba dalam kebajikan dan berlomba-lomba secara sportif dalam mendapatkan masa pendukungnya. Wallahua’lam bisshawab

*di tulis ol
eh Muhammad Labib, Koordinator Divisi Pengembangan Wacana dan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Walisongo Semarang.

Tidak ada komentar: