Aku mengagumi keindahanmu
Engkau indah nan suka indah
Engkau taburkan butiran bintang
Menghiasi langit malam
Satu di antaranya terlihat indah
Besar menawan
Aku mencintaimu
Namun apalah kata berarti
Tanpa kubuat sebuah bukti
Aku mencintai tapi tak berbakti
Tidaklah bisa disebut cinta
Aku ingin mencintaimu
Aku ingin takut padamu
Aku ingin mengabdi padamu
Sehingga engkau mencintaiku
Tuhan pengatur hidupku
Selamat Datang
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء
مرحبا أهلا وسهلا بحضوركم في موقعي هذا. موقع فردي بهيج . موقع الألبّاء
Minggu, 07 September 2008
Nahwu Shorof
Nahwu dan sorof merupakan bagian ilmu yang tidak bisa dilepaskan dari mempelajari agama Islam. Seseorang yang benar-benar ingin mendalami ilmu keislaman sudah menjadi kewajiban baginya untuk menguasai kedua ilmu tersebut. Hal ini disebabkan karena sumber agama Islam memakai bahasa Arab yang fushha, yang teratur kaidah nahwu-shorofnya, badi’, ma’ani, dan bayannya.
Dikatakan bahwa nahwu adalah bapak ilmu, yakni ilmu keislaman, dan shorof adalah ibunya. Sepasang ilmu ini melahirkan ilmu-ilmu yang lain. Untuk bisa mempelajari ilmu agama yang harus kita pegang terlebih dahulu adalah ayah dan ibunya, kemudian anak-anaknya akan mengikuti.
Ada orang yang berpendapat bahwa tidak penting mempelajari nahwu-shorof. Yang penting adalah bisa memahami dan ber-casciscus dengan bahasa Arab. Mungkin benar seseorang bisa berbahasa Arab tanpa nahwu-shorof, tapi, sebatas pada bahasa yang mungkin bisa dibilang sederhana saja. Tapi bagi bahasa al-Qur’an, yang bukan sekedar kata-kata biasa, tetapi kalamullah yang mengandung rahasia, kita harus meng-explore arti-arti yang dikandungnya degan nahwu, shorof, badi’, ma’ani, bayan, dan lain-lain. Di sinilah letak kewajiban mempelajari nahwu-shorof.
Jika kita mempelajari bahasa Arab dan tidak mendalami nahwu-shorof, berarti bukan tujuan kita mempelajari ilmu keislaman, akan tetapi, mempelajari budaya asing, dalam hal ini adalah bahasa orang Arab. Kalau tujuan mempelajari bahasa Arab cuma menthok sampai situ saja, maka sama halnya dengan mempelajari bahasa asing lainnya, seperti bahasa Inggris, Prancis, China, Jepang, dan bahasa yang lain. Mempelajari bahasa Arab mempunyai nilai ibadah jika niat tersebut dilanjutkan kepada muthola’ah ilmu-ilmu keislaman berbahasa Arab dan memperlajari nahwu-shorof dan ilmu-ilmu lain yang membantu menggali rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis.
Dengan demikian, tidak setiap orang yang belajar bahasa Arab mempelajari ilmu keislaman. Tapi, setiap yang mempelajari ilmu keislaman harus bisa bahasa Arab sekaligus memahami nahwu-shorofnya.
Akhir kata, saya hanya bisa berkata, tapi, Allah Maha Tahu. Mohon kritik jika terdapat kesalahan. Wabillahit taufiq wal hidayah, wallahu a’lam bisshawab.
Dikatakan bahwa nahwu adalah bapak ilmu, yakni ilmu keislaman, dan shorof adalah ibunya. Sepasang ilmu ini melahirkan ilmu-ilmu yang lain. Untuk bisa mempelajari ilmu agama yang harus kita pegang terlebih dahulu adalah ayah dan ibunya, kemudian anak-anaknya akan mengikuti.
Ada orang yang berpendapat bahwa tidak penting mempelajari nahwu-shorof. Yang penting adalah bisa memahami dan ber-casciscus dengan bahasa Arab. Mungkin benar seseorang bisa berbahasa Arab tanpa nahwu-shorof, tapi, sebatas pada bahasa yang mungkin bisa dibilang sederhana saja. Tapi bagi bahasa al-Qur’an, yang bukan sekedar kata-kata biasa, tetapi kalamullah yang mengandung rahasia, kita harus meng-explore arti-arti yang dikandungnya degan nahwu, shorof, badi’, ma’ani, bayan, dan lain-lain. Di sinilah letak kewajiban mempelajari nahwu-shorof.
Jika kita mempelajari bahasa Arab dan tidak mendalami nahwu-shorof, berarti bukan tujuan kita mempelajari ilmu keislaman, akan tetapi, mempelajari budaya asing, dalam hal ini adalah bahasa orang Arab. Kalau tujuan mempelajari bahasa Arab cuma menthok sampai situ saja, maka sama halnya dengan mempelajari bahasa asing lainnya, seperti bahasa Inggris, Prancis, China, Jepang, dan bahasa yang lain. Mempelajari bahasa Arab mempunyai nilai ibadah jika niat tersebut dilanjutkan kepada muthola’ah ilmu-ilmu keislaman berbahasa Arab dan memperlajari nahwu-shorof dan ilmu-ilmu lain yang membantu menggali rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis.
Dengan demikian, tidak setiap orang yang belajar bahasa Arab mempelajari ilmu keislaman. Tapi, setiap yang mempelajari ilmu keislaman harus bisa bahasa Arab sekaligus memahami nahwu-shorofnya.
Akhir kata, saya hanya bisa berkata, tapi, Allah Maha Tahu. Mohon kritik jika terdapat kesalahan. Wabillahit taufiq wal hidayah, wallahu a’lam bisshawab.
Langganan:
Postingan (Atom)